Tuesday, April 21, 2015

“The Three-Body Problem” review

Lanskap Fiksi Ilmiah

Karena saya bisa berbahasa Indonesia dan Inggris, pilihan buku fiksi ilmiah yang saya baca pun, naturally, either berbahasa Inggris atau berbahasa Indonesia. Walaupun jujur, saya hampir tidak pernah lagi membaca buku berbahasa Indonesia. I mean, let's be honest here, they are all basically sucks. Anyway, karena itu, secara kultural, suka tidak suka, ide atau setting yang terserap dari buku fiksi ilmiah (paling tidak busat saya), biasanya lebih cocok bila saya telaah dari kacamata barat. 

"Three Body Problem" adalah buku fiksi ilmiah pertama yang saya baca yang berasal dari penulis China. Walaupun ide dan eksekusinya tidak sekuat fiksi ilmiah karya penulis barat, pun demikian bukan berarti lemah, ada kesan tersendiri ketika membaca cerita yang backdrop-nya bukan di Amerika atau Eropa. Dan ini, yang bagi saya, membuat buku ini lebih menarik.

Buku ini kurang lebih menjawab paradoks Fermi. Paradoks ini, yang dinamakan atas pencetusnya, ilmuwan Enrico Fermi menyatakan bahwa alam semesta begini luasnya, masa cuman kita yang mengisi? Mana orang-orang? Saya pribadi percaya akan kehidupan lain selain Bumi. Mungkin, bisa jadi, saya tidak akan pernah mengalami hebohnya penemuan alien di masa hidup saya, tapi bukan berarti saya ndak percaya. They are there. Mungkin mereka sama seperti kita, tak tahu menahu akan adanya kehidupan di luar sana, tapi bisa jadi, mereka sempat mampir, terus melihat kita, umat manusia, tak ubahnya seperti semut yang not worth the effort to be examined dan lantas dilupakan.

Namun, sebelum sampai ke situ, buku ini terlebih dahulu membawa kita, pembacanya ke China di bawah pemerintahan Mao, dan Revolusi Kebudayaan di tahun 60-an. Di sini, kekuatan sekaligus keunikan buku ini. Karena penulis besar di China, ada perasaan autentik yang menyertai penggambaran situasi selama Revolusi tersebut. I ended up reading the whole Wikipedia article related to this revolution. 

Three Body Problem

Selesai dari situ, pembaca kembali di bawa menelusuri problema yang menjadi teori buku ini. Pendek kata, "Three Body Problem" merupakan masalah matematik yang melibatkan tiga obyek besar yang saling berinteraksi. Dinyatakan bahwa ketika tiga obyek besar, katakanlah sebesar Matahari yang daya tarik gravitasinya sendiri mampu mempengaruhi gerak obyek besar lainnya (Bumi, misalnya). Gravitasi Matahari terhadap Bumi relatif sederhana karena hanya melibatkan satu obyek besar sehingga pergerakan orbit Bumi bisa dengan mudah diprediksi. Akan tetapi, apabila dalam tata surya kita terdapat bukan hanya satu, tapi tiga Matahari, "Three Body Problem" menyatakan bahwa ketiga Matahari ini, pergerakannya mustahil untuk diprediksi sehingga alih-alih siklus siang dan malam yang jelas yang selama ini kita alami dari satu Matahari, siklus siang dan malam untuk kasus tiga Matahari tidak akan bisa diprediksi dengan tepat.

Jelas buku ini ditujukan untuk pembaca fiksi yang sedikit banyak memiliki ketertarikan terhadap luar angkasa dan pergerakan anggotanya. Permasalahan matematik yang diajukan penulis juga bisa dibilang sahih dan bahkan si penulis menganjurkan pembaca untuk mengunduh paper yang membahas masalah ini. Saya sendiri menganggap diri saya memiliki ketertarikan yang cukup terhadap aspek ilmiah tersebut dan tentunya, cukup mudah bagi saya untuk menikmati buku ini.

Narasi

Tentu saja, fiksi ilmiah dan kekuatan narasi jarang bisa berjalan beriringan. Narasi merupakan titik lemah buku ini, bahkan mungkin cenderung malas karena praktis, beberapa bagian terasa sama persis. Ini pula yang membuat saya cukup cepat membaca buku ini karena di sepertiga terakhir, seperti membaca ulang bagian sebelumnya yang hanya berbeda di beberapa aktor kunci saja.

Namun, pada akhirnya, berkat buku ini saya menjadi sedikit lebih berpengetahuan di dua hal baru. Revolusi Kebudayaan Cina dan Three Body Problem itu sendiri. Dan bagi saya, hal ini lebih dari cukup. This is why I read.