Saturday, January 30, 2016

"Perdido Street Station" Review

Pertama membaca "Perdido Street Station," saya serasa langsung terbawa ke dunia yang meskipun pada awalnya terlihat akrab dan biasa, dengan cepat berubah menjadi dunia yang fantastis, bahkan terkadang mengerikan. Pada awalnya saya seperti menyusuri jalan pasar Agrabah di cerita Aladin, dan kemudian ke dunia mekanikal yang penuh dengan kontruksi robot yang penuh dengan roda gigi, piston, uap dipasang carut marut tidak seimbang sehingga ketika bergerak terlihat kikuk, dan ribut. Clank... clank... clank. Berjalan lebih jauh ke dalam dunia ini, saya lantas disajikan dunia yang benar-benar berbeda. Cenderung mengerikan. Dunia yang seperti dibuat oleh serpihan-serpihan mimpi buruk pengarangnya. "Perdido Street Station" nyata cerita ber-genre fantasi yang berbeda dari kebanyakan cerita fantasi lainnya.
Ini pertama kalinya saya membaca China Miéville. Awalnya saya pikir "Station" adalah novel fiksi ilmiah karena memang pada awalnya saya mengambil buku ini karena saya pikir buku ini adalah novel fiksi ilmiah.
Wajar saja kalau kemudian saya sedikit terkejut ketika ternyata dari beberapa halaman awal pun sudah langsung bisa disimpulkan bahwa "Station" ber-genre fantasi. Dan bukan High fantasy macam "The Lord of the Rings" yang biasa saya baca.
Untungnya, rasa terkejut saya dengan cepat menghilang ketika saya berkenalan dengan dunia "Perdido Street Station" dan karakter-karakter yang menghuninya. Meskipun, karakter-karakter ini tidak selamanya enak dibaca (atau dibayangkan). Ada manusia kaktus, ada manusia berkepala kumbang, makhluk air yang bila dibaca sekilas merupakan manifestasi dari Jabba the Hut dari seri Star Wars, dan lain-lain. Ini yang "normal." Ada beberapa makhluk yang menurut saya lebih baik dibaca dan dibayangkan sendiri.
Sedikit butuh waktu untuk ceritanya berkembang menuju klimaks. Sebagina besar chapter awal fokus pada pengembangan karakter, dan penjalinan plot yang memang cenderung ruwet. Akan tetapi, klimaks dari cerita ini relatif layak ditunggu. Cukup epik, cukup baik untuk dijadikan film aksi, misalnya.
Akan tetapi, mengadaptasi buku ini menjadi film rasanya susah karena pada akhirnya cerita yang diangkat di buku ini tidak bisa dibilang cerita yang "menyenangkan." Akhir ceritanya, yah, let's say ada banyak cara bagi si penulis untuk mengakhiri cerita ini di nada yang lebih "ceria" ketimbang yang akhirnya dipilih oleh Miéville. It's good, though. Buat saya, cukup menyegarkan ketimbang akhir cerita yang biasa-biasa saja.
Kesimpulannya, perkenalan yang baik untuk akhirnya membaca Miéville untuk pertama kali. Meskipun demikian, saya akan coba buku lain yang lebih ringan, lebih ceria daripada melanjutkan perjalanan saya lebih dalam ke Bas-Lag, semesta rekaan Miéville. Tapi, suatu saat, saya pasti akan kembali. Itu jelas.
Rating: ★★★ - Good read. Sedikit susah untuk dicerna, dan endingnya mungkin terlalu depressing bagi kebanyakan pembaca.