Entah untuk yang keberapa kalinya saya membuat sebuah halaman di komunitas maya untuk menampung pemikiran saya yang sederhana ke dalam sebuah rekaman kata untuk kemudian dibagi ke para pengguna internet tapi kemudian hanya sempat mencatat selembar dua artikel yang bahkan tidak menarik bagi saya untuk saya tuangkan dalam tulisan apalagi untuk dibaca oleh orang asing yang keberadaannya pun seringkali masih menjadi misteri buat saya.
Namun kemudian, berusut sana sini, saya sampai pada kesimpulan kalau selama itu saya tidak pernah menulis sesuatu yang saya benar-benar suka. Saya masih terpanteng pada anggapan bahwa dengan 'blog' ini saya harus dan hanya menuliskan kejadian-kejadian unik, dan nyeleneh yang terjadi di keseharian saya dalam bahasa humor yang memancing tawa. Sayangnya, kedua hal tersebut, saya tidak punya. Keseharian saya sangat amat normal. Saya pergi ke kampus, duduk di sebuah ruangan, berhadapan dengan komputer dan kemudian sore harinya pulang ke kos dan kembali berhadapan dengan komputer. Pun tidak ada kejadian seru yang bisa saya ceritakan, karena memang jarang sekali saya menemui hal yang seru di keseharian saya.
Lalu, kenapa ada 'Screening Log'? semenjak kecil saya sudah tergila-gila sama cerita fiksi. Baik yang dituangkan dalam media tulisan, atau media gambar bergerak (film). Bahkan sebagai seorang murid sekolah dasar yang harus tidur pukul 9 malam, saya sering terjaga sampai jam 11 atau bahkan lewat tengah malam demi untuk memelototi layar kaca, atau membalik-balik halaman sebuah novel. Yah, itulah saya.
Hobi saya tersebut (film dan novel), baru bisa saya manjakan kira-kira setahun belakangan ketika saya sudah bisa mencari nafkah sendiri dan lepas dari tunjangan orang tua. Ketika itu, dan dibantu oleh budaya negeri ini, saya mulai mengumpulkan media-media yang menjadi obyek nafsu saya. Dan kemudian, saya mulai melihat film dan novel sebagai media seni dan bukan semata tempat bagi sutradara atau penulis untuk sekadar memberikan santapan lezat buat mata atau imajinasi kita saja. Seiring dengan situ, saya mulai memandang media hiburan dari sudut mata seorang kritikus dan mulailah saya menulis review.
Dan untuk itulah, 'Screening Log' ada. Seperti halnya pementasan di panggung, sedetik sebelum sang aktor berakting, tirai akan dibuka dan Ketika Tirai Dibuka, semua imaji dan realita berpadu jadi satu. *what the hell am i talking about, anyway?* Jadi marilah, bergabunglah dengan saya, sambil menikmati cerita yang disaji lewat seluloid atau kertas.
Satu lagi dan terakhir, saya memakai Bahasa untuk menulis isi dari pementasan ini dan sedapat mungkin tidak akan ada spoiler yang mungkin akan mengganggu anda dalam menikmati film yang saya review.