Indonesia, 2005
Cast: Ramon, Vino Bastian, Marcel Chandrawinata, Joanna Alexandra
Director: Hanung Bramantyo
My Rating: **1/2 / ****
Sejarah perfilman Indonesia dengan jelas memiliki segmen-segmen yang benar-benar bisa dibagi dengan jelas berdasarkan waktu. Ini tentunya karena ada satu periode waktu di mana film Indonesia boleh dibilang vakum. Adalah sebuah film remaja berjudul 'Ada Apa Dengan Cinta' yang kemunculannya hampir semua orang setuju menjadi tonggak sejarah kebangkitan (atau kelahiran) kembali film Indonesia. Film ini begitu fenomenal, dipuji di mana-mana, aktor-aktris-nya lantas meroket, dan baik dari segi finansial yang dekat dengan penonton atau dari segi penghargaan yang lebih dekat ke para kritik, film ini meraih sukses yang kentara. Bahkan Citra, Oscar-nya Indonesia yang setelah sekian lama absen kembali diadakan juga lebih kurang karena kesuksesan film ini. I, on the other hand, kept silent about it 'cos i think the movie was way over-rated, meskipun sebenernya bisa dikatakan hal tersebut bisa diatributkan kepada ketidak-sukaan gw terhadap film-film remaja. Dan bahkan sampai sekarang pun, gw masih skeptis terhadap film Indonesia sehingga gw hanya menonton film Indonesia hanya ketika kesempatannya datang dengan sendirinya (mostly by means of television). Ke-skeptis-an yang lantas gw langgar dengan film 'Catatan Akhir Sekolah'.
Gw tertarik sama film ini karena kebetulan gw 'kenal' sama orang-orang di balik film ini (sutradara sama screen-writer). In a sense, bahwa gw bisa acknowledge tulisan2 mereka dan dari situ gw bisa menyimpulkan bahwa seandainya mereka bukan orang yang jenius, paling tidak mereka mencintai film. Relatifnya, jika mereka membuat film, gw berani bertaruh bahwa film2 mereka bakal lebih bagus dari pada film2 yang diangkat dari sinetorn besutan penjajah-penjajah budaya dari India yang justru, thanks to the promotion, bisa lebih booming di box-office Indonesia daripada film2 kaya CAS. Memang pada akhirnya film ini tidak lebih baik perolehan laba rupiahnya dibanding film2 tersebut. Namun, ijinkanlah gw yang belum menonton Gie, film2nya Garin Nugroho, ataupun film terbaik versi MTV, Janji Joni mengatakan bahwa film ini adalah film terbaik di era kebangkitan (kelahiran) kembali film2 Indonesia. Paling nggak, gw tidak langsung antipati terhadap filmnya (yang kebetulan genre-nya remaja) sehingga gw rela-rela aja beli VCD original-nya (bandingkan dengan film2 genre remaja lainnya, yang seandainya gw dibayar, gw bakal mikir tiga kali dulu untuk menontonnya).
Berikut, gw sisipkan quote dari mas screen-writer-nya:
Sekedar insight aja, CAS gue bikin karena sepanjang sejarah hidup gue mulai dari SD sampe kuliah bahkan sampe sekarang gue adalah saksi hidup menguapnya bakat-bakat anak Indonesia karena: ngomong doang.
Ribet sendiri dengan berbagai macam pembenaran, tapi nggak bikin apa-apa. Niatnya lewat CAS gue mau cerita dan ngajak, bikin aja dulu pake hati, lo mungkin nggak bakal tau apa yang udah lo bikin bisa berguna minimal buat pencapaian diri lo atau kalo beruntung bisa ada gunanya buat lingkungan lo.
Di samping gue muak banget ngeliat penggambaran masa-masa SMA di televisi. Padahal SMA buat gue adalah pesta eksistensi.
Kalau ada orang yang bisa menyimpulkan keseluruhan dari film ini, gw rasa tidak ada yang lebih baik dari si empunya cerita yang diekspresikan lewat perkataan beliau di atas. Film ini bercerita tentang tiga orang 'cupu', penghuni kasta terendah di SMU mereka, yang nyaris selalu dikucilkan dari sekitarnya (pembenaran mereka adalah bahwa otak mereka lebih superior sehingga komunitas tempat mereka berada tidak bisa comprehend terhadap mereka). Ketiga cowok 'cupu' ini menjalin persahabatan pas di-ospek dan langsung mendapat predikat tersebut ketika ketiga cowok ini yang kebetulan absen-nya urut (Agni, Alde, Arian) diisengin sama senior, dan melawan. Agni (Ramon), pendiri ekskul film yang di-ban tidak boleh meminjam kamera sekolah karena tidak mampu untuk membuat sebuah film yang 'bener'. Arian (Vino Bastian), karakternya gw banget :). Penulis gagal yang di-ban juga dari mading tapi masih suka nyolong-nyolong masukin tulisannya di mading karena dia kebetulan jadi pemegang kunci dari mading tsb (kok bisa? ga tahu). Arian ini juga yang paling kotor bicaranya, jadi siap-siap aja sering sekali mendengar 'tai' atau 'anjing' diucapkan sama dia. Alde (Marcel), sebenernya bisa dengan mudah menjadi populer sebab dia sepertinya sudah jadi idola cewek-cewek di sekolah tersebut yang somehow malah membuat dia risih. Dia tidak memilih untuk menjadi populer karena dia merasa paling nyaman berada di antara kedua sahabatnya dan tidak di luarnya. Karakter Alde ini yang paling 'bener', paling 'talk the talk, walk the walk' yang lantas menjadi penyeimbang dari keinginan dan proscastinatisme dari dua orang temennya.
Ketiga orang cowok ini, di suatu titik merasa jenuh menjadi tidak terkenal. Bertiga mereka lantas ingin membuat sesuatu yang membuat mereka lebih dikenang. Dari situ lahirlah ide untuk membuat film dokumenter tentang sekolah mereka. Well tentu saja, tidak lancar pada awalnya tapi, semua yang baik akan berakhir dengan baik pula seperti pakem semua film yang segenre sama film ini.
If anything, film ini bagus karena sanggup membawa gw ke masa-masa itu di mana hidup gw cuma ada tiga, 'PS, band, sama bola'. Gw bisa bilang bahwa apa yang digambarkan di CAS sebagai kehidupan sekolah (jauh) lebih mendekati kenyataan (meskipun masih lebih dari yang dulu gw inget. But, well, i had lived it in a small city anyway) daripada yang lain-lain. Yang paling hebat adalah ketika film dibuka dengan very long-shot (i'm always a sucker for a long-shot) yang berkeliling lingkungan sekolah menangkap keseharian di SMU as we know it. Cuman sayangnya, filmnya cenderung downhill sejak adegan pembuka yang mantap itu, dan sedikit terlalu lama buat gw. Tapi, apapun, gw masih menganggap untuk standar film Indonesia, film ini buat gw yang paling bagus yang pernah gw tonton. Soalnya itu tadi, if anything, film ini sanggup membawa gw untuk kembali merindukan masa-masa itu. Ambil contoh dari sisi cinta saja (yang tentu saja porsinya paling besar untuk film remaja), di CAS ada bermacam-macam cinta. Cinta yang dipendem selama tiga tahun, cinta yang begitu ngeliat orangnya langsung sembunyi, cinta yang begitu posesif serasa dunia milik berdua, dan seterusnya. Semua cinta yang sebagian besar dari kita (paling tidak gw deh) kenal di SMU. Gw yakin, dari film ini pasti ada adegan yang mengingatkan penonton akan kejadian di masa itu. Buat gw sendiri, gw ketawa gak berhenti-henti di satu adegan sampai memaksa gw untuk pause karena gw inget, adegan itu pernah menimpa gw dulu walaupun less on konyol, more on shame.
All said, gw ga nyesel beli film ini, dan layak ditunggu kolaborasi dua orang ini (sutradara / screen-writer) di proyek berikutnya, adaptasi novel Adithya Mulya (namanya bener ga ya?), 'Jomblo' yang sudah mulai syuting dan jadwal rilis Februari 2006.
PS: Joanna Alexandra lucu banget, gemes gw ngeliatnya :)