Wednesday, July 13, 2005

Fantastic Four (2005)

United States, 2005
Cast: Ioan Gruffudd, Michael Chiklis, Jessica Alba, Chris Evans, Julian McMahon
Director: Tim Story
My Rating: ** / ****

I'm being more than kind to give this movie a two-rating. Sebagai keluarga superhero yang kehadirannya membuat lahirnya Marvel Comics, dengan konsekuensi masing-masing (flame-guy, invisible-girl, hurcelian-strength, rubbery-skretch) tentunya wajar kalau kita berharap ada aksi jedang-jedung yang catchy dan wah. Nada. Apa yang ada di film ini, spesial efek-nya maksud gw, standar sekali, bahkan terkesan murah dan biasa. Tapi paling nggak, film ini punya kualifikasi cukup untuk disebut sebagai film komedi, dan gw rasa, mungkin karena gw nontonnya pas lagi kecapekan, film ini tidak terlalu buruk untuk menghabiskan kelebihan dua jam dari waktu kita.

Superhero minus identity crisis

Whoa.. hold your torch, kid.. cowok di bawah adalah Chris Evans. Di film ini dia berperan sebagai Johnny Storm alias The Human Torch. Dari ke-empat superhero jagoan yang hadir di film ini, bersama kakaknya Sue Storm, the Invisible Girl, soon-to-be-brother-in-law Reed "Mr. Fantastic" Richards, dan sohibnya Ben Grimm, the Thing, mereka adalah sekelompok ilmuwan yang bersama tipikal villain superhero, Victor Von Doom, Dr. Doom, mengadakan penelitian di salah satu stasiun luar angkasa punya Victor, multi-milyuner narsis.


Tapi tentu saja, manusia ga ada apa-apanya dibandingin dengan alam. Dan seperti dieskpresikan oleh Ben Grimm sendiri, "It's a Freak of Nature", sebuah badai kosmik menerjang stasiun luar angkasa tersebut dan menyebabkan semua penghuninya memiliki alterasi DNA dengan simtom-simtom yang sudah gw sebutkan di atas, and so-forth, lahirlah Fantastic Four yang kemudian melawan Victor yang merasa nama Victor Von Doom tidak mewakili identitasnya dan kemudian memakai nama belakangnya saja, Dr.Doom.

Tipikalnya, setiap film superhero yang relatif sukses, selalu menyertakan isu krisis identitas pada setiap jagoannya. Spider-Man dengan masalah cintanya, Batman dengan trauma kematian ortunya, Hulk juga dengan masalah cinta, dst. Dengan isu tersebut, menurut gw, sebuah film punya semacam nyawa yang bisa membawanya lebih hidup. Tapi di sini, hanya ada satu orang yang bener-bener keliatan punya krisis identitas, dan satu orang ini yang kemudian menonjol sendirian di antara yang lain. Nanti akan gw bahas. I mean, come on, you went to the space, got ill, being treated, and suddenly you could stretch your arms, you're invisible, and you're 'hot', tapi alih-alih bersikap seperti orang yang habis jatuh dari lantai tiga-puluh and barely alive, mereka malah bersikap seperti orang yang baru saja didandani di salah satu acara 'make-over'... duh.. Spider-Man got more credits on that issue.

Annoyances

Keputusan untuk membuat "Fantastic Four" sebagai sebuah film "origin", film yang menceritakan awal dari sebuah keluarga superhero menurut gw adalah kesalahan. Memang, yg ga tau F4 jadi bisa lebih kenal sama mereka. Cuman, tidak seperti Batman yang "originnya" merupakan hasil konflik batin dan psikis, "origin" dari F4 ini bener-bener datar dan nyaris tidak ada gejolak yang membuatnya menarik untuk diikuti. Akhirnya, kita dibiarkan selama satu jam mendengarkan obrolan-obrolan klise dan plot yang dibangun terburu-buru dan sering-kali menjejakkan lubang-lubang logis di tengah jalan. Dan ketika F4 siap beraksi, waktu film yang tersisa cuma tinggal 10 menit. Sayang memang.

Dua orang mis-cast. Jessica Alba, dia sebenernya salah satu alasan yang cukup kuat buat gw supaya nonton film ini, tapi sayang, dia sama sekali tidak convincing sebagai seorang scientist cewe, dia seperti berdiri di sebuah pentas drama, dengan script di tangan, dan membaca-nya ketika gilirannya tiba. Kaku, mungkin kata yang tepat. Julian McMahon, as much as i liked him on Nip / Tuck, sebagai salah satu penjahat terkeren Marvel, Dr.Doom dia tidak seperti penjahat, cuma orang cemburu yang pake topeng.

Now, that leads to another thing. Salah satu plot-development yang membuat gw bosan setengah mati di sini adalah cinta segitiga dari Victor - Sue - Reed. I dont know, it was just seem to be inappropriate, and not executed quite well, yang kalo boleh gw mmengutip James Berardinelli, "Seperti dibuat oleh dan untuk cewe umur 12 tahun".

The Thing is.. The Thing
Michael Chiklis, sebagai Ben Grimm alias The Thing really steals the spot here. Dia seperti Wolverine-nya "Fantastic Four". Setiap kali dia muncul di layar, ada sepasukan cheer-leader di dalam batin gw yang berteriak "Horeee!!!". Nah seperti itulah, gw melihat The Thing atau Ben Grimm ini. Selain dia yang paling punya krisis identitas daripada yang lain, dia juga yang paling kelihatan tidak seperti sedang membaca skrip, melainkan melontarkannya dengan sepenuh hati. The best of few memorable scenes of this movie (if there any) was also came from him.

Selain Ben Grimm, yang seperti oase di padang pasir, tone film ini yang agak humor, dengan chemistry antar karakter-nya, "Fantastic Four" meskipun tidak wah, dan tentu bukan tipikal film reviewer anda ini (i can't stand those modern rock-bands playing on the soundtrack), punya kualifikasi cukup untuk dibilang sebagai sebuah film keluarga yang menghibur dan cocok untuk melepas kepenatan setelah beraktifitas. But, i would recommend "The Incredibles" more, though.