Thursday, July 07, 2005

A Love Song for Bobby Long (2004)

United States, 2004
Cast: John Travolta, Scarlett Johansson, Gabriel Macht
Director: Shainee Gabel
My Rating: *** / ****

Gw nonton film ini pada awalnya hanya karena film ini ada di tumpukan teratas dari ratusan film yang belum gw tonton (note that it begins with singular letter 'A', the very first letter of the Roman Alphabet) tanpa pengetahuan sedikitpun mengenai apa isinya, genrenya, ataupun pemain2nya. And it turns out to be a nice dellicate drama. Dan salah satu pemerannya, Scarlett Johansson, adalah satu dari sedikit aktris muda favorit gw.. dan sekali lagi dia belum mengecewakan gw, mulai dari Lost In Translation, Girl with a Pearl Earring, film-apa-itu-tentang-sekelompok-anak-SMU-yang-mau-nyolong-bahan-ujian-SAT, dan In Good Company.

Delicate, close to boring drama
Beberapa menit awal, gw disuguhi sama adegan2 yang membosankan, kita lihat John Travolta (Bobby Long), dimakan umur, dan alkohol, arthritis mungkin, pokoknya semua simptom degenerasi orang-orang berumur, di sebuah lingkungan yang bergerak malas. Kita mengikuti gerak kakinya menyusuri kota menuju ke sebuah pemakaman seseorang yang sepertinya punya peran cukup penting di komunitas kecil kota tersebut.

Seseorang yang dimakamkan tersebut adalah ibu dari Pursy Will (Scarlett Johansson) yang sebenernya kurang bisa dijustifikasi sebagai hubungan ibu-anak pada umumnya. Tapi meskipun keterasingan itu begitu kental antara keduanya, tetap saja seorang anak harusnya juga merasa kehilangan begitu ibu kandungnya meninggal. Dan begitu pula yang dialami tokoh kita, Pursy ini, drop-out dari kelas 9, dia tinggal bersama pacarnya yang merasa tidak perlu memberitahukan ihwal kematian sang ibu pada Pursy sehingga, meski Pursy bergegas menuju kota tempat ibunya tinggal, dia sudah terlambat satu hari untuk menghadiri pemakamannya.

Ketika ia sampai di rumah mendiang ibunya, ia bertemu dengan dua pria, Bobby Long (John Travolta), obnoxious old-man who was surprisingly an English professor dan seorang asisten-nya yang sama-sama pemabuk dan juga mengalir dalam pace yang sama dengan sang profesor, malas, dan santai. Mereka (Bobby dan asistennya) berbohong kepada Pursy bahwa ibunya Pursy mewariskan rumahnya kepada mereka bertiga. Padahal sesungguhnya, kedua orang pria ini tidak berhak sama sekali terhadap rumah tersebut. Dan, ketika Pursy memutuskan untuk tinggal, batasan-batasan baru pun mesti diciptakan di antara mereka bertiga dan tentu saja, eventually dilanggar, dan memnciptakan sebuah hubungan yang mulanya kikuk, tidak nyaman, menjadi saling terbuka dan seterusnya. Ah, i could bet you some money, you'd have guessed the eventuality of the story right.

Scarlett!
Image hosted by Photobucket.com
Seperti film-tentang-anak-SMU ah, i remember it, it was The Perfect Score, film ini tidak akan mencapai rating tiga andai tidak ada Scarlett Johansson.. true true John Travolta adalah the leading cast dan setiap kali lampu sorot sering mengarah ke arahnya, tapi keseluruhan panggung justru dikomandoi oleh Scarlett Johansson. Di film-film sebelumnya, gw demen sama dia yang tidak terlalu banyak omong. Sepertinya dia cukup bisa mengekspresikan semua emosi yang dibutuhkan script lewat raut muka yang memang sudah unik. Tapi di sini, gw melihat sisi gelap bulan dari seorang Scarlett from an innocent young girl to a desperate adolescence girl. Bahkan segera setelah Pursy muncul di pintu rumah mendiang ibunya, ketertarikan gw lebih kepada bagaimana personaliti Pursy kemudian berubah dari perasaan terbuang, penyesalan ketika ia berkenalan dengan penduduk kota yang kemudian menceritakan sedikit tentang ibunya, dan terakhir sense-of-belonging ketika akhirnya ia tidak lagi living-in-the-moment, tapi punya tujuan, cita-cita dan terutama 'keluarga-besar'. Nice. Lovely. So that's it, klimaksnya harusnya berhenti di situ, tapi tentu saja masih ada beberapa menit lagi sisa film. Dan apa yang kita dapat? Sebuah twist yang sangat lemah yang buat gw justru merusak mood dari film yang sudah dibangun rapi (dan sendiri) oleh Pursy Will. Tapi balik lagi ke kalimat awal gw, persis seperti The Perfect Score, Scarlett Johansson berdiri sendirian di film ini dan ujung2nya membantu mengkatrol mood gw untuk film ini secara keseluruhan.

Oh ya, musik New Orleans yang ada di film ini, semuanya asik punya... mirip2 kaya Norah Jones tapi lebih... hmm... maskulin?. Ya, pokoknya gitu deh.