Starring: Clive Owen, Stephen Dillane, Keira Knightley, Hugh Dancy, Ioan Gruffudd
Directed by: Antoine Fuqua
IMDb top 250: -
My Rating:
Jerry Bruckheimer. Ever heard the name?. Seharusnya dia adalah jaminan mutu buat film-film eksyen berbobot (masih ingat "Bad Boys"? atau "Pirates of the Caribbean"?) dan tampaknya itu yang dijanjikan oleh trailer film ini.
Well then, untuk mengomentarin film ini, terlebih gw tekankan bahwa kesimpang-siuran legenda Arthur dan ksatria meja bundar telah melahirkan banyak versi yang bahkan sampai menimbulkan anggapan bahwa Arthur dan temen-temennya adalah 100% fiksi. Hal ini menjadi patokan gw -- membuat legenda Arthur yang ditawarkan oleh King Arthur sebagai sebuah entitas sendiri yang independen terhadap legenda-legenda lainnya -- buat menikmati film ini supaya lantas penilaian gw tidak berbias terhadap pengetahuan gw mengenai origin dari si Arthur (dan temen2nya tentunya).
Clive Owen adalah Arthurius seorang keturunan Romawi ber-ibu orang Inggris aseli. Ketika dia sudah dewasa, dia ditugaskan untuk menjaga wilayah Romawi di Inggris yang mendapat gangguan terus-menerus dari penduduk asli yang menginginkan kemerdekaan (Merlin dan kawan-kawannya beserta si cantik Keira Knightley sebagai Guinevere) and later, the Saxons. Arthurius a.k.a Arthur tidak sendiri ada serombongan ksatria yang membantunya: Lancelot, Bors, Galahad, Gawain, Tristan, sama satu lagi gw lupa namanya. Inti ceritanya sendiri ada pada masa bakti Arthurius dan temen2nya yang udah habis sehingga mereka layak mendapatkan kebebasan mereka. Namun, Romawi mengirim mereka ke satu misi terakhir, menyelamatkan sekeluarga Romawi (ngapain mereka ada di sana?) yang ada di utara tembok (wilayah Romawi ada di selatan tembok) ditengah ancaman orang-orang pribumi dan rombongan Saxon yang melabuh di pantai utara Inggris (sekali lagi: ngapain tu orang Romawi bikin tempat tinggal di sana? jauh di wilayah musuh? quoting Obelix: "Orang Romawi memang gila").
Put that aside, start film-nya sungguh buruk. Sederetan narasi (entah lewat audio atau graphic), time-leap 15 tahun yang singkat, agak-agak ndak jelas Who's Whos and Why's Whys. Pokoknya tahu-tahu 7 orang ksatria naik kuda membunuh orang-orang pribumi yang membuat gw bertanya: "apa tujuannya?" soalnya Antoine Fuquo menggambarkan para ksatria ini (terutama Tristan, Lancelot, dan Bors) tak ubah-nya kaya orang Saxon, barbar, whatever lah yang doyan ngebantai orang. Geez. You just got yourself a bad mark there, Antoine. Karakter-karakter-nya laughable. Serius, gw pengen ketawa setiap kali melihat Clive Owen dengan tampang sok imut-nya sekuat tenaga pengen memotretkan image seorang Arthur yang dihormati kawan dan disegani lawan. Dan sayangnya, cuma Clive Owen / Arthur yang mendapat kesempatan untuk dibangun sedemikian rupa karakternya. Karakter-karakter lainnya? bah... numpang lewat. Palingan cuma Lancelot (banci, perengek, sok keren) dan Bors ("Rus!!", sok patriotik padahal paling bar-bar) dan itupun tidak cukup.. jauh banget dari cukup.
Berikutnya, kita punya Kiera sebagai Guinevere. Gw ga ada masalah sama pakaian suku-nya yang ultra minim di samping. Sekali lagi, gw nonton film ini menganggap seakan-akan gw ga pernah baca cerita Arthur. Tapi yang mengganggu gw adalah 'kegatelan'-nya itu lho. Dia seakan-akan udah ga sabar untuk mencopot pakaiannya di hadapan Arthur (atau Lancelot) dan lantas membiarkan dirinya 'dimasuki' oleh Arthur (atau Lancelot, whoever come first). Oke, romantis (maunya). But? what do i got? just a whore.. praktis semenjak adegan di kemah antara Arthur dan Guinevere gw udah males nonton film ini.
Jadi, biar gw simpulkan. Film ini tidak punya alur cerita yang kuat. Satu misi terakhir dari Roma. Karakter-karakter yang dangkal, Guinevere yang 'kegatelan', skrip yang payah, eksyen yang ya... oke lah walaupun tak sebaik "Braveheart", buat penggemar eksyen terutama yang sabet-sabetan gw rasa bisa terhibur. Trus satu adegan yang membuat gw cukup bisa untuk muntah, atau terguling-guling ngakak. Ketika dalam menit-menit yang menjemukan, para ksatria (temen) Arthur yang sebelumnya hendak meninggalkan Arthur dan kaum pribumi berjuang sendiri melawan Saxon saling memandang satu sama lain, tersenyum, dan lantas mengambil senjata mereka untuk kembali ke sisi Arthur (maaf, gw ga nganggep ini Spoiler kok, if you see the movie, you ought to see it coming long before it actually happened). Ekspresi, angel-shot, dan skrip-nya bener-bener bikin gw mau ngakak. Jadi, secara keseluruhan meskipun Jerry bilang ini film action/drama, bagi gw film ini gw sebut sebagai film "unintentional comedy". A failed comedy yang menambah panjang jajaran film-film tentang Arthur yang jeblok secara kualitas. Sayang sekali melihat Kiera, atau Clive mau-maunya tampil di film kaya gini.