Tuesday, December 21, 2004

Hotaru No Haka (1988)

Also Known as "Grave of the Fireflies"

Directed by: Isao Takahata
IMDb Top 250: #168
My Rating:



Film anime produksi Studio Ghibli ke-tiga yang gw tonton (setelah "Spirited Away" - "Sen to Chihiro Kamikakushi" dan "Princess Mononoke" - "Mononoke Hime") dan paling depressing, paling sedih, paling nyebelin, walaupun secara kualitas gw masih lebih demen sama "Mononoke Hime". Well, gw bilang sih selevel sama "Spirited Away".

Film ini secara implisit memicingkan mata dengan sinis dan penuh kebencian terhadap perang. Bukan terhadap siapa di balik perang tersebut. Tapi cukup kepada perang itu sendiri lepas dari siapa ngebom siapa, atau siapa njajah siapa.

Mengisahkan pejuangan Seita, seorang bocah laki-laki remaja dan Setsuko, adik perempuannya yang baru berumur 4 tahun dalam menghadapi masa-masa sulit Perang Dunia II. Ayah Seita dan Setsuko adalah seorang pejuang yang tentu saja harus ada di garis depan. Dan ketika dalam suatu air-raid sekutu menyebabkan sang ibunda meninggal, Seita dan Setsuko harus berusaha untuk mempertahankan hidup.

Seorang temen memperingatkan bahwa film ini adalah film yang luar biasa mengharukan. Bahkan dia (kebetulan cewek) bilang, selalu menangis tiap kali nonton film ini entah untuk yang keberapa kalinya. Pftt.. girls. That's what i thought before i had my hands wet with it. Filmnya mengharukan dan buat gw, layak masuk ke jajaran film terbaik tentang perang (termasuk di antara "Full Metal Jacket", "Appocalypse Now", "A Bridge Too Far").

Yg gw suka dari film ini adalah nihil-nya ke-protagonis-an setiap karakter. Mungkin yg masih tersisa adalah lewat cute-ness dari Tetsuko. Some thought it annoying, tapi buat gw it just so natural kalo datengnya dari gadis kecil umur 4 tahun. Seita, sang kakak meskipun cinta-nya jelas tak terukur terhadap adiknya buat gw malah bisa qualify untuk jadi antagonis. Bagaimana tidak, he's lazy and stupid. Padahal jelas-jelas semua orang harus bahu membahu untuk membangun Jepang yang porak poranda gara-gara perang tapi apa yang dilakukannya? geez. Sang Bibi walaupun sangat menjengkelkan (kalo kita memutuskan untuk berpihak pada Seita) tapi tetap saja tindakannya sangat masuk akal demi melihat suasana perang yang membuat semua hal jadi susah. Pada intinya sih, gw melihat setiap karakter di film ini hanya melakukan apa yang memang mesti dilakukan di kondisi itu (pengecualian buat Seita yang memiliki harga diri agak berlebih). And for me, that was the strength of the movie.

Buat alur-nya? tidak masalah. Alurnya straight-forward. Lurus lurus saja dan dalam pace yang wajar. Gw akui gw terlalu berlarut pas menonton film ini yang lantas mempengaruhi penilaian gw. Tapi, gw yakin adegan terakhir dari film ini bisa membuat hati siapapun sesak.

Intinya, perang itu buruk. Tidak masalah siapa yang bersalah siapa yang benar. Perang itu buruk. Dan pesan itu, yang ingin disampaikan oleh film ini mengena. War sucks. Hey, Jepang adalah negara yang dulu selama tiga setengah tahun pernah membuat ribuan pemuda Indonesia mati meninggalkan keluarganya.

Damn, i miss my brothers.