Tuesday, December 14, 2004

Taxi Driver (1976)

Starring: Robert De Niro, Cybill Sepherd, Harvey Keitel, Jodie Foster (when she was 14, i suppose)
Directed by: Martin Scorcese
IMDb Top 250: #43



Perkenalan pertama gw sama Martin Scorcese terjadi pas di film "Gangs of New York", film yang langsung gw suka karena adegan pembukanya yang brutal, violent, and ugly tentang perkelahian antar geng di kota New York pas era Perang Sipil di mana setiap geng yang berantem bertemu di sebuah tempat (selayaknya padang Kurusetra di cerita Mahabharata) dan bertarung hand-to-hand. But that's another story.

"Taxi Driver" ini film-nya Robert De Niro. Dalam maksud bahwa sepanjang 115 menit film ini berjalan, jarang sekali kita tidak melihat tampang Robert De Niro di situ (yang paling gw inget sih cuman adegan dansa Jodie Foster (Iris) sama mucikarinya, Sport (Harvey Keitel)). Robert De Niro adalah Travis Bickle seorang ex-marinir pulang dari Vietnam untuk bekerja menjadi seorang supir taksi di New York. Segera kita melihat potret kota New York dari mata seorang Travis lewat shot-shot yang secara mudah bisa meng-capture the harsh-ness, the rough-ness, and the dirty-ness of New York suburbs and the people in it. Demikian Travis kemudian memandang orang-orang di sekitarnya. Dia melihat mereka sebagai sampah dan dalam sebuah monolog yang terkenal, dia ingin ada hujan yang turun begitu derasnya sehingga menyapu bersih jalanan kota New York dari sampah-sampah itu.

Travis Bikcle juga seorang penyendiri. Dia tidak punya siapa-siapa dan sekali waktu ia menulis surat untuk kedua orang-tua-nya tanpa pernah mau menyebutkan di mana ia tinggal dan apa pekerjaan dia yang sesungguhnya. Kesendiriannya ini benar-benar diekspresikan oleh Martin Scorsese dengan baik sehingga atmofsirnya jatuh ke luar layar. Ada satu adegan yang menjadi monumental berkaitan dengan ke-anti-sosial-an Travis Bickle ketika ia melakukan monolog di depan cermin. Very sad, very touching.

Suatu ketika, Travis bertemu dengan seseorang (Becky - Cybill Sepherd) dan lantas memutuskan untuk mengencaninya.. dari sinilah muncul konflik batin baik di sisi Travis ataupun buat gw, penonton. Buat gw pribadi, pada saat itu gw mulai ragu akan simpati gw terhadap kesendirian Travis, gw juga ragu apakah gw harus merasa kasihan atau kesal akan ketidakbisaan Travis dalam menjalin hubungan dengan manusia. Dan dari sini, alur film kemudian berbelok tajam, mengubah karakter seorang Bickle dan menyetirnya untuk 'menyelamatkan' seorang pelacur muda, Iris (Jodie Foster) yang menurut sudut pandangnya, gadis ini ingin keluar dari cengkeraman mucikarinya, Sport (Harvey Keitel). Tapi, apakah memang si gadis ingin diselamatkan? ataukah itu hanya ilusi dari Bickle yang ingin melakukan sesuatu agar ia tidak merasa tercampakkan dan terhina seperti apa yang ia rasakan terhadap orang-orang disekitarnya? perlu dilihat sendiri.

Secara keseluruhan, "Taxi Driver" buat gw adalah film yang menjengkelkan. Sound effect-nya bener-bener bikin depresi. Di satu titik gw merasa terbawa ke alam 'kelam'-nya Kurosawa dan itu sudah cukup untuk membuat gw merasa 'bt'. Tapi, karakter-karakter yang terlibat di dalamnya ciamik sekali. Kredit lebih untuk Robert De Niro yang secara alamiah menentukan baik buruknya film ini mengingat 95% dari panjang film kita akan selalu melihat Travis Bickle, sedih, sendiri dan depresi jadi sudah jelas, apabila De Niro tidak bisa meyakinkan penonton sebagai Travis Bickle, filmnya tentu tidak akan sefenomenal ini. Cybill Sepherd gw juga suka banget aktingnya sebagai Becky di sini. Jodie Foster? hmm, rada aneh juga melihatnya masih selangkah di umur belasan tapi she's good none-the-less.

So, meski film ini termasuk film yang boring dengan alur yang lambat, dan kadang-kadang tidak jelas tujuannya, gw suka film ini karena Travis Bickle-nya. Dia menawarkan sesuatu yang selalu membuat gw terkagum-kagum sehabis nonton film: Dualisme. Gw simpati, tapi gw juga anti-pati, gw kasian, tapi juga gw tidak peduli.. perasaan-perasaan yang bertolak belakang yang gw berikan kepada Travis Bickle. And the ending, bukankah ending-nya membuatmu bertanya-tanya? apa sih yang sebenernya terjadi sama Travis?. Yang jelas, he's there always with his Taxi, strolling New York City on the midnight ride, disgusted himself to the people - trash - around him and wishing that someday a rain would wash the street clean of them.

Rating: *** / **** - A bit overrated you say? well, i'm not sure myself, but i could feel myself as Travis Bickle, lonely and deserted. And he's the blood of this film and his taxi was his vein. The characters are the reason for the rating.