Tunggu... tunggu.. ada yang salah dengan judulnya. Gw tidak pernah percaya sama resolusi tahun baru dan sebaliknya, secara sederhana membiarkan roda waktu untuk bergulir dengan sendirinya sembari membawa gw, keinginan gw, atau apalah yang menjadi tujuan hidup gw untuk menuliskan babak-babak baru di buku sejarah gw. But, but, tentu saja selalu dengan usaha dan do'a.
Dengan demikian, tulisan ini tidak lantas menunjukkan resolusi gw terhadap 361 hari yang musti gw jalanin ke depan tapi lebih kepada apa yang terjadi sepanjang tahun 2004 yang baru lalu. With all the respect to the world, somethings that aren't directly concerns me were omitted from this article.
Yup, betul kalau hari ini adalah hari ke-4 di tahun 2005. Dan kebanyakan kaleidoskop, summary dari tahun sebelumnya biasanya ditulis tanggal 30 / 31 Desember. Tapi, tulisan ini bukan ditujukan sebagai wacana berita yang perlu dikemas dengan keakuratan data yang perlu ditampilkan dengan segar. Tulisan ini lebih merupakan sebuah entri diary dari seorang Rhama. Dibaca syukur, ndak dibaca juga tidak membuat gw sakit hati kok.
Well, so let's get started. Even terbesar tahun ini tentu saja jatuh pada kejadian tanggal 26 Desember yang lalu. Ketika gempa tektonik dengan kekuatan nyaris 9 pada skala richter, dan disebut-sebut sebagai gempa terdahsyat di bumi selama say, 40 tahun? (*Redaksi: gw agak-agak lupa) menggoncang perairan di sebelah barat pulau Sumatra dan pada efeknya menimbulkan gelombang tsunami yang meluluh-lantakkan beberapa kota di Sumatra bagian utara dan menyebabkan ratusan ribu orang kehilangan nyawa-nya dan beberapa ratus ribu lagi kehilangan tempat-tinggal, harta benda, dan terutama keluarga. As i've said earlier, with all the respect to the world, gw cuman bisa menyematkan do'a dan sedikit bantuan yang mungkin ga seberapa. But, rest assured. Pray to the Lord that all the deceased shall found a better place there.
It was a mourning season all right, but there shall be many goods came out of it since God knows what good for its creation even in the most subtle way.
Okay. Kewajiban telah dipenuhi (again, with all the respect to the world). Let's talk about something yang sinkron sama tujuan, visi dan misi diciptakannya tulisan maya ini. Movies. That's right! movies.
Di awal tahun 2004, gw punya keinginan untuk sebisa mungkin keep-up dengan setiap film yang di rilis tahun truly. And truly, that was easier said than done. Meskipun gw punya prioritas untuk itu tetap saja susah dilakukan. Kenapa itu bisa terjadi? tentu saja gw selalu punya kambing hitam untuk ditunjuk apabila ada sesuatu hal yang salah dengan rencana-rencana gw. Pertama, di tahun 2004 gw sama sekali tidak pernah ke bioskop. Yah, begitulah semenjak kekasih gw merantau jadi pegawai negeri di ujung Sulawesi, gw tidak pernah lagi merasakan kenikmatan untuk duduk di baris F deket jalan dan menikmati film di layar lebar. Hiks. And i missed those moment. That came to one thing. Ada yang mau jadi volunteer buat nemenin gw ke bioskop? preferably cewe :) punya sense yang lebih dari rata-rata buat nikmatin film, talkactive, dan terutama, mau bayar sendiri. Okay. Kedua, meskipun gw mendukung piracy untuk film dan DVD, gw tetep ogah untuk beli DVD yang nembak bioskop. Jadi boleh dibilang, gw cukup, bahkan sangat telat kalo dalam urusan film-film yang udah ditonton. Sedih emang, tapi mau gimana lagi?. Jadilah, rencana gw untuk ngeliat semua film di tahun 2004 jadi tinggal angan-angan kosong dari seorang pemimpi.
Di sisi lain, yang lebih ceria tentunya, gw nonton film banyak banget di tahun 2004. Ga tau jumlah pastinya, tapi pasti lebih dari 100 judul film udah gw embat di tahun 2004. Itu berarti rata-rata 2-3 film per minggu-nya. Dan itu tidak termasuk film-film yang gw tonton di TV. Gw mulai dari Akira Kurosawa. Tahun 2004 yang lalu gw banyak sekali berkenalan dengan film-film dari bapak ini. Dari yang hitam putih, ndak jelas karena banyak dipotong seperti Hakuchi (1951) sampai yang berwarna seperti Yume (1990). Juga kisah petualangan seorang ronin Sanjuro lewat dua film-nya, Yojimbo (1961) dan Sanjuro (1962) yang lantas mengilhami Sergio Leone untuk membuat trilogi film western paling monumental "A Man with No Name": A Fistful of Dollar, For A Few Dollar More, dan The Bad, the Good and the Ugly. Studi tentang relativitas kebenaran di Rashomon (1950) atau intisari dari hidup dilihat dari seorang yang mendekati ajal di Ikiru (1952). Hura-hura samurai jaman feudal lewat Kumonoshu Jou (1957) dan Kakushi Toride no San Akunin (1958) atau sketa seorang Yoda di Dersu Uzala (1975). Juga petualangan seorang polisi di Nora Inu (1949) (featuring "Bengawan Solo" by Gesang as its OST). Also not to mention, Ran, Kagemusha dan Akahige. Tidaklah berlebihan kalau gw menyebut tahun 2004 sebagai tahunnya Kurosawa buat gw dengan 13 film besutannya yang gw apresiasi.
Lalu bagaimana dengan tahun 2004 sendiri? banyak yang bilang kalau tahun 2004 terjadi penurunan kualitas dari film-film tahun 2003. Sebenernya gw sendiri tidak bisa terlalu banyak ngomong untuk film tahun 2004. Pasalnya, film-film yang gw tunggu-tunggu justru jatuh di akhir tahun, mepet-mepet sama Oscar and hence, gw belum sempet buat mengapresiasinya karena dua alasan yang udah gw singgung di atas. Sebut saja Closer, Finding Neverland, Ray dan tentu saja The Aviator. Film-film ini semuanya rilis di akhir tahun. Bahkan Finding Neverland baru diputer di New York dan Los Angeles. Sebenernya ada satu film lagi yang cukup sering disebut-sebut bakal jadi fenomena di Oscar 2004. Millions Dollar Baby. Dibintangi oleh Hillary Swank, dan Clint Eastwood, banyak yang menjagokan kalau Clint Eastwood tidak akan jadi nominasi lagi tahun ini untuk sutradara terbaik lewat film ini setelah tahun lalu jadi nominasi lewat Mystic River. Filmnya sendiri baru diputer di LA/NY/Chicago/Toronto. Still a long way to reach 21 Network here.
Tapi selain fakta-fakta di atas tentu saja, gw juga udah punya shortlist untuk film-film terbaik tahun ini (khusus film-film produksi Hollywood lho ya...). Ada tiga film yang bakal gw langsung kedepankan seandainya gw ditanya film terbaik untuk tahun 2004. In no particular order. Yang pertama, tentu saja Kill Bill vol.2. Gw suka karya-karyanya Quentin Tarantino. Dan menurut gw, seri Kill Bill adalah kulminasi sekaligus otobiografi dari Tarantino. Kenapa begitu? bear with me, it's rather long. Di film pertamanya, Reservoir Dogs jelas sekali terlihat Tarantino ingin membuat suatu style sendiri (make istilah favorit gw, "exercising in style"). Lepas dari originalitas ceritanya (banyak yang bilang Tarantino nge-rip cerita salah satu film mafia Hongkong yang dibintangi oleh Chow Yun-Fat), style-nya jelas terlihat. Di Pulp Fiction, film berikutnya style itu makin nyata. Dengan cast yang nyaris sempurna, nonton Pulp Fiction adalah perjalanan yang menyenangkan. Menegangkan seperti naik roller-coaster, sekaligus juga menenangkan seperti naik perahu lewat Istana Boneka. Meskipun demikian, Tarantino tidak lantas mementingkan style dan melupakan substance seperti banyak dilakukan oleh sutradara2 yang ngaku nyentrik seperti (sorry buat pendukungnya) Noel Brothers misalnya. Dan itu yang membuat gw demen ama film-filmnya. Berikutnya adalah Jackie Brown. Di film ini Tarantino mulai meninggalkan style-nya dan mulai membangun substance. Lewat pergerakan alur yang lambat, film ini tidak punya banyak fans dan tenggelam di bawah kedigdayaan Pulp Fiction. Tapi menurut gw, justru di film ini Tarantino terlihat makin dewasa, dan justru di film ini pula Tarantino menunjukkan bahwa identitas jenius yang suka disematkan kepadanya bukan hanya lip-service doang. Nah, di Kill Bill, semua elemen yang muncul terpisah di tiga film-nya sebelumnya (Reservoir Dogs, Pulp Fiction, dan Jackie Brown) dimunculkan secara bersamaan dalam sebuah sekuen film yang kronologis lewat vol.1 dan vol.2. Di Vol.1, style-nya Tarantino jelas terlihat. Dia pengen senang-senang seperti halnya dulu dia senang-senang waktu bikin Reservoir Dogs. Adegan di bar, ketika The Bride vs Crazy 88 indicated it. Setelah itu, dengan mempertahankan style yang sama, pelan-pelan Tarantino mulai memunculkan substance (Pulp Fiction) dan lantas menutupnya dengan dewasa di vol.2 (Jackie Brown). Itulah sebabnya. Dan menurut gw, jika pengen ngomongin, nonton, atau memberikan penghargaan terhadap Kill Bill, musti disebut dua-duanya. Tidak bisa dipisah antara vol.1 dan vol.2.
Berikutnya, Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Ada satu hal yang membuat gw heran dengan film ini. Film ini sebenernya udah rilis sejak Maret. Namun anehnya, 21 baru mulai memutar film ini bulan Januari ini. Nyaris setahun. Padahal film ini adalah satu dari sedikit film yang menerima keseragaman rating dari berbagai pihak. Paling nggak, berbagai pihak yang sering gw baca reviewnya. Dibintangi oleh Jim Carrey dan Kate Winslet (dua-duanya dapet nominasi leading actor / actress di Golden Globe), yang masing-masing maen luar biasa (di luar biasanya mereka maksudnya), Eternal Sunshine bercerita tentang bagaimana pentingnya sebuah memori tentang cinta yang meskipun pahit, tetap menghangatkan untuk dikenang. Jangan terkecoh dengan nama Jim Carrey. This film was unlike his usual comedy (all with those rubber-faces). Rekomendasi penuh dari gw buat yang demen sama film drama. Hmm, sebentar. Kalau ada waktu, cari juga Annie Hall (1970-sekian), film drama romantis besutannya Woody Allen. Itu juga mantap.
Berikutnya, yang terakhir untuk segmen terbaik datang sekeluarga superhero, The Incredibles. Is it just me, or Pixar really knew how to make a movie worth watch by toddlers and adults alike. Superhero sudah banyak berubah. Ketika dahulu, superhero selalu muncul dengan kekuatannya yang sempurna, sisi kemanusiaan yang tanpa cela, selalu menang melawan penjahat dan sepertinya punya kehidupan yang didambakan oleh setiap manusia. Tapi sekarang? apa yang kita punya? jadi superhero pun tidak selamanya menyenangkan. Bahkan mereka bisa mengalami krisis identitas. Ingat Peter Parker di Spider-Man 2? itulah contohnya, ketika superhero tidak lagi menjual mimpi kepada anak kecil untuk menjadi pahlawan bertopeng, berkekuatan super, dan dielu-elukan masyarakat menjadi superhero sebagai manusia dengan problematika yang umum ditemui yang kadang-kala hanya bisa dicerna oleh orang dewasa. Minimal remaja deh. Di sinilah The Incredibles berada. Ketika superhero harus dihadapkan dengan masalah yang suka atau tidak suka akan dihadapi oleh nyaris setiap manusia di 2/3 hidup mereka, keluarga. Permasalahan yang dekat dengan penonton dewasa namun tetap memberikan nuansa komik yang memikat penonton anak, membuat The Incredibles jadi film yang cukup sukses di tahun 2004 disamping tentunya jaminan mutu dari Pixar dalam membuat film-film keluarga. Tidak akan berbuat banyak di Oscar sih, kecuali tentu saja sudah pasti bakal dapet Oscar untuk kategori animasi, if you haven't seen this one, you ought to see it now. Shark Tale? lewat.
Ada yang terbaik tentu saja ada yang terburuk. Menurut gw sih, mutlak sekali untuk tahun ini (mungkin sama mutlaknya kaya Gigli (2003) tapi kayanya lebih multak deh) gelar film terburuk jatuh kepada Halle Berry ups.. Catwoman. Gw sih belum nonton, belum mau. Soalnya, pertama Selina Kyle alias Catwoman datang dari serial superhero favorit gw, Batman. Dan ketika gw melihat kostum Halle Berry di film tersebut, serta merta, efeknya hampir instan gw langsung membenci film itu. Kenapa mesti begitu kostumnya? padahal dulu Michelle Pfeiffer bisa tampil deadly-sexy meski pakaiannya tidak seterbuka Halle Berry di film Batman Returns. Kedua, sejak Monster Ball, gw benci sama Halle Berry. Di film Monster Ball, Halle Berry dapat Oscar. Gw lantas bertanya, buat apa? perasaan gw sih di film itu, Halle Berry cuma tinggal bugil terus 'main-main' sama Billy Bob Thornton. Cuih deh. Dan semenjak itu, gw merasa Halle Berry makin pongah dengan menaikkan tarif mainnya. Sukurin aja dia maen di film jeblok kaya Catwoman. It suits you well, slut!. Dan gw sangat-sangat bahagia seandainya dia beneran tidak dateng lagi buat jadi Storm di sekuel ketiganya X-Men.
Well, pada akhirnya itulah yang bisa gw simpulkan dari tahun 2004. Sampai jumpa tahun depan, tentu saja dengan resolusi yang sama. Gw pengen nonton semua film yang rilis di tahun 2005.