Tidur: Disorientasi? Atau hanya Habit?
Tidur itu karunia. Tuhan telah memberi kita malam hari, dan asosiasi yang tepat dengan tidur untuk beristirahat, mengisi kembali batere, meregenerasi sel-sel yang mati, atau sekedar sejenak melupakan hal-hal buruk yang mungkin terjadi di siang harinya. Apapun alasannya, tidur adalah saat istimewa bagi seorang manusia. Bahkan, menurut gw, mati di saat tidur, meskipun mungkin bukan mati yang paling istimewa adalah mati yang paling damai. Quoting Elle Driver -- ndak terlalu mirip sih -- di Kill Bill vol. 1, "For a person with job like ours, to die in bed was a luxury".
Gw sendiri punya 'kebiasaan' -- i dont know what to call it, so i think i stick to the 'habit' instead -- tidur yang "susah tidur, gampang bangun" sehingga suara-suara yang tidak akrab di telinga gw -- contoh-contoh suara akrab buat gw, suara kipas angin, suara komputer, suara kulkas, dengkurannya api, suara sepeda motor di jalan, dan suara adzan --, walaupun desibelnya rendah pasti akan membuat gw terjaga. Dan seandainya itu terjadi, butuh beberapa jam lagi untuk bisa membuat gw tidur kembali meskipun sebelumnya gw baru tidur 10 menit. Kebiasaan (untuk mudahnya, gw menghilangkan single-quote-nya) ini boleh dibilang berkah tapi sekaligus kutukan. Berkah-nya sih gw bisa dengan sangat mudah bangun di malam hari. Terlepas dari kegiatan apa yang gw lakukan di malam hari, perhatikan bahwa gw memakai kata 'berkah' karena... ya... begitu deh. Kutukan-nya, tentunya kembali lagi ke konsep 'tidur sebagai karunia' yang gw sebut di kata pertama di atas. Jika tidur itu karunia, gw yang sering kali kurang tidur ini bisa dikatakan kekurangan 'karunia' tersebut.
Tunggu sebentar. Gw? kekurangan tidur? ha ha.. some of you will laugh out loud on this. Tapi tunggu sebentar, sebagian besar orang punya jam tidur yang fixed. Yang tetap, terjadwal dengan sempurna di jam biologis mereka. Beda dengan gw, meskipun gw tidak pernah pergi keliling dunia, gw sering kali berada dalam kondisi jet-lag. Jam biologis gw kacau balau. Gw bisa tidur selama 14 jam sehari (that's my current record, yes) kalau tidak ada gangguan sama sekali (sekali lagi, gw "susah tidur, gampang bangun") tapi sering kali gw cuma tidur selama 1 jam saja dalam durasi 24 jam. Hari ini misalnya, gw baru tidur 2 jam, and here i am, with my second cup of coffee for this morning only, writing this entry. Jadi, gw rasa cukup adil dan beralasan kalau gw bilang, gw ini kekurangan tidur. Tambahkanlah kata sehat di belakangnya menjadi "gw ini kekurangan tidur yang sehat" biar lebih terasa empasis-nya.
Ada dua hal yang paling gw tidak suka dalam kaitannya dengan tidur. Satu, ketika gw terbangun dari mimpi. Seperti yang gw alami pagi ini. Para ahli sudah menyimpulkan bahwa mimpi terjadi ketika kita sedang dalam kondisi tidur REM (Rapid Eye Movement). Pada saat REM, kondisi tubuh akan kontradiktif dengan definisi tidur nyenyak. Dalam semalam, manusia normal akan mengalami 4 - 6 REM dengan tidur yang benar-benar dikategorikan sebagai tidur nyenyak di antara masing-masing fase REM tadi. Nah, ketika gw terbangun dari mimpi, terhentak dengan paksa dari REM, gw selalu akan merasa segar seperti sudah tidur selama 6 - 8 jam. Padahal kenyataannya kalau gw lihat jam, gw pasti akan menggerutu, "shit.. baru jam sekian!". Pernah bahkan suatu hari, belum lama berselang, gw baru tidur 10 menit, terbangun dari mimpi dan kemudian terjaga selama 7 jam sebelum bisa tertidur kembali. And that's very much annoy me. Tapi gw tidak bisa melakukan apa-apa terhadapnya. Sekali waktu, tanpa bisa terprediksi, kejadian itu pasti datang lagi, seperti tamu yang tak diundang, un-wanted but always come in dire times.
Yang kedua, disorientasi gw yang kedua tentang tidur ini berkaitan dengan entri gw berikutnya.
Anger Management: Analyze This
Pernah benar-benar marah sampai nggak bisa ngomong apa-apa? Kalau iya, apa yang akan kaulakukan? Ini cerita gw ketika gw benar-benar merasa marah. Kejadiannya pun belum lama berselang.
Di entri sebelumnya gw sudah menyebutkan satu dari dua hal yang tidak gw suka kalau sedang tidur. Nah yang kedua, adalah tentu saja ketika gw terbangun dengan paksa gara-gara suara yang tidak bersahabat sama gw, suara-suara yang tidak gw inginkan. Ketika itu, gw baru tidur selama satu jam setelah malam sebelumnya gw terbangun dari REM setelah hanya 10 menit gw memejamkan mata. Ditambah lagi, malam sebelumnya gw baru pulang jam 12 malam. Nah ketika pagi itu tiba-tiba pintu kamar gw diketuk, gw merasa benar-benar terganggu dan ketika gw buka, kehadiran seorang teman gw yang sama sekali tidak gw inginkan datang. Di antara teman-teman gw yang lain, this guy is the least expected person to disturb me. Bisa dimaafkan sih, mengingat dia tentu tidak se-faham teman-teman gw yang lain. Tapi hari itu entah kenapa setiap apa yang ia lakukan terlihat salah di mata gw, setiap apa yang ia lakukan menggelitik rasa marah gw. Dan saat itu, rasa marah gw adalah makhluk yang paling sensitif sama geli. Akhirnya di tengah rasa marah gw, yang gw berusaha sebisa mungkin untuk gw penjara, gw memutuskan untuk pergi jalan-jalan. Mau tahu rute gw? Pokus, Depok - Pondok Indah - Blok M - Glodok - Gramedia, Depok - Pokus, Depok. Dan selama itu gw merasa bener-bener bisa tidur berdiri. Terutama saat naik kereta dari Kota - Depok. Tapi gw rasa itu jalan yang terbaik, daripada gw di kos harus menghadapi dia di tengah usaha gw untuk menggembok si rasa marah yang pasti akan segera bebas seandainya terus digelitik, gw pergi jalan-jalan, dan belanja. O yes, i spent almost 400 thousand rupiahs in that day. What a feast, what a costy anger management. Tapi cukup berhasil, bahkan gw ragu-ragu kalau misalnya gw membayar psikiater untuk melakukan anger management yang mungkin malah lebih mahal daripada biaya gw hari itu akan seberhasil anger management yang gw lakukan. Tapi gw ga ingin marah2 lagi ah, mahal.