Wednesday, March 16, 2005

Before Sunset (2004)

Cast: Ethan Hawke (Jesse), Julie Delpy (Celine)
Director: Richard Linklater
Screenplay: Richard Linklater, Ethan Hawke, Julie Delpy
IMDb top 250: #105
My Score: ***1/2 / ****

Best sequel in 2004
Tentu saja pernyataan gw di atas bisa disanggah. Faktanya jelas. Di tahun 2004, kita melihat Spider-Man 2, Shrek 2, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban yang masing-masing sukses secara komersil dan kualitas. Before Sunset? siapa yang tahu film ini? siapa pula yang tahu kalau film ini adalah kelanjutan dari film Before Sunrise yang dirilis tahun 1994. Tapi justru dari situ gw melihat kekuatan film ini sehingga menurut gw pantas disebut sebagai sekuel terbaik di tahun 2004. Before Sunrise boleh dibilang tidak sukses secara komersil. Dan Before Sunset lantas menjadi sebuah sekuel yang boleh dibilang langka karena motivasinya tidak datang dari sebuah sukses komersil, stempel bertanda "$" berderet-deret pada laporan revenue, melainkan datang dari inspirasi kreatif dari para pemainnya. Dalam satu footage, Ethan Hawke dan Julie Delpy menyatakan bahwa semenjak Before Sunrise mereka sering berkirim email mengenai kelanjutan kisah Before Sunrise seperti "Apa yang terjadi berikutnya pada Jesse, atau Celine?" dan ketika Richard Linklater diberitahu akan hal ini, mereka kemudian sepakat untuk menulis kelanjutan kisah Before Sunsire, Before Sunset.

A Date with Jesse and Celine
Sembilan tahun yang lalu, Jesse bertemu Celine di Vienna, mereka memulai kisah sederhana yang romantis dan berjanji untuk bertemu kembali di Vienna. Begitulah inti cerita "Before Sunrise". Dan ketika film berakhir, kita tidak akan pernah tahu apakah mereka bisa bertemu kembali atau tidak. Pertanyaan ini yang kemudian diangkat di "Before Sunset".

Jesse sekarang menjadi seorang penulis. Dan buku terbarunya menceritakan kisahnya di "Before Sunrise". Perjalanan Jesse berkeliling Eropa untuk melakukan tur promosi buku membawanya ke Paris di mana ia bertemu kembali dengan Celine, dan untuk keduanya the feeling rushes back.

Simple, huh? What i liked best about the movie was that it unspools in a real-time. Jesse hanya punya waktu 60 menit sebelum pesawatnya berangkat meninggalkan Paris. Dan sepanjang durasi film kita akan mengikuti percakapan Jesse dan Celine ketika mereka masing-masing mencoba menangkap kembali apa yang dulu pernah mereka miliki. Linklater sungguh keren dalam mengungkapkan chemistry mereka berdua, dimulai secara kikuk dan diselingi long-pauses, penonton bisa dengan enak mengikuti Jesse dan Celine sampai mereka merasa nyaman dengan satu sama lain dan secara perlahan menyempitkan jarak di antara mereka berdua. Pembicaraan mereka pun (mungkin karena ditulis oleh mereka berdua sendiri) terasa sangat realitis. Berawal dari hal-hal remeh, sehari-hari, sampai kemudian mengitari topik-topik yang kita semua ingin tahu: Apakah mereka sudah punya komitmen lain? Apakah mereka masih menyimpan perasaan itu? Apakah mereka akan mengambil kesempatan ini? dan seterusnya. Genre dari film ini jelas merupakan film romantis. Tapi gw menangkapnya secara tragis karena buat gw sesungguhnya film ini bercerita tentang penyesalan. Bagaimanapun, demi mengikuti langkah Jesse dan Celine menyusuri jalanan kota Paris dan berbicara tentang apa-pun (the film features some of the longest trailing shot i've ever seen) yang mampir di pemikiran mereka, gw merasa seperti seorang Jesse yang sedang jalan bersama Celine, dan gw yakin penonton cewe pasti bisa merasa seperti seorang Celine yang sedang jalan bersama Jesse. Pokoknya, film ini bisa membuat kita merasa menjadi bagian dari mereka, more like an interactive experience, we're there, in the screen, WITH them, and that's what made this movie into a very best. Because of its personal involvement.

Characters, Ending
Ethan Hawke dan Julie Delpy luar biasa, mereka benar-benar menghayati peran mereka. Di salah satu footage bonus, salah seorang kru mengatakan bahwa Julie Delpy berpikir sebagai Celine dan begitu pula Ethan Hawke yang berpikir sebagai Jesse sepanjang film ini. Dan jelas karena motivasi mereka bukan money, or fame, their acts were naturally coming from the heart.

The ending, ending, ending, hmmm... gw cuman bisa bilang, pas credit title (yang menandakan film telah berakhir) muncul, gw berteriak -- i was later thinking, is this the way that men screams if they're having their orgasm? probably so -- puas. Gw bener-bener puas, dan gw tidak mau merusak kesenangan kalian menonton film ini.

Jika kalian senang menonton film drama romantis, dengan bumbu-bumbu komedi yang ringan (dont worry, no slapstick, silly faces, and all, the comedy here was pure comedy just like William Shakespeare's comedy), WAJIB hukumnya buat nonton film ini. Oh ya, kalau sempat tonton dulu "Before Sunrise", gw sempet lihat VCD aslinya dijual di Hero. Gw sendiri, sudah nonton dua kali. Suatu hal yang istimewa untuk sebuah film kalo dia udah gw tonton lebih dari satu kali. :)