Wednesday, June 16, 2004

Ichi the Killer (2001)

Starring: Tadanobu Asano, Nao Omori, Shinya Tsukamoto
Directed By: Takashi Miike

Ada yg bilang kalau 'Kill Bill'-nya Quentin Tarantino itu violent. Well, 'Kill Bill' terus terang tidak ada apa-apanya dalm hal graphic violence yang divisualisasikan Takashi Miike di 'Ichi The Killer'. Setelah nonton 'Ichi The Killer', film 'Kill Bill' hanya terlihat seperti film anak-anak.

"Takashi Miike! you are a sick bastard", quoting seorang reviewer dari The Guardian. Dan damn, saya tidak bisa lebih setuju dari dia untuk menggambarkan seorang Takashi Miike yang diwakilkan di filmnya ini.

Kakihara (Asano) seorang yakuza, sadistic dan marchocist yang mendapatkan 'pleasure' dari kekerasan. "Pain is a pleasure business", katanya. Penculikan (dan pembunuhan) boss-nya, Anjo oleh Ichi (Omori) membuat Kakihara harus menempuh jalan-jalan yang acap kali mengharuskan dia menemukan metode untuk menyiksa informan untuk memperoleh informasi mengenai keberadaan Ichi. Sementara, Ichi sendiri, di bawah pengaruh Jiiji (Tsukamoto) juga memburu Kakihara dan kawanannya. Begitulah kira-kira plot-nya dan ketika Kakihara dan Ichi makin mendekat satu sama lain, jalanan kota Tokyo (Shibuya) dyed red with blood, and filled with guts, limbs, and many-many violence you wouldn't have been imagined before.

Tidak diragukan lagi, graphic violence merupakan porsi utama dari film ini. Adegan potong sana, potong sini, perkosa sana, perkosa sini, siksa sana, siksa sini hampir-hampir tidak meninggalkan tempat kosong untuk pembangunan karakter n plot. Tapi, nonetheless karakter-karakter yang terlibat hampir selalu bisa dibangun lewat kekerasan. Seperti Ichi yang kisah masa lalu mengenai perkosaan yang membangun dirinya yang sekarang, atau Kakihara dan Karen, kekasihnya yang menemukan 'pleasure' melalui pain. Well intinya, selama 2 jam film ini berjalan, siap-siap saja untuk selalu disuguhi dengan kekerasan yang benar-benar ekstrim.

Dengan demikian, sebenarnya saya tidak berharap banyak dari sisi plot dan development karakternya. Tapi, ternyata endingnya luar biasa. Pertama kali saya berpikir bahwa endingnya merupakan kesalahan yang dibuat oleh Miike. Namun, ketika saya apresiasi lebih lanjut seandainya itu memang kesalahan tentu tidak akan dibuat semencolok itu oleh Miike. Jadi hal tersebut pasti sebuah kesengajaan oleh Miike yang menyimpulkan intertwining karakter-karakter yang terlibat di sini terutama karakter Kakihara, Ichi, dan Jijii. Dan asiknya, Miike menyerahkan sepenuhnya penyimpulan itu ke penonton. Sejauh ini, dari forum IMDB ada tiga persepsi yang benar-benar berbeda tapi masing-masing bisa dibenarkan dan diterima logika mengenai ending dan nasib karakter-karakternya. Penyimpulan saya sendiri banyak dipengaruhi oleh film-film thriller Asia Timur (The Ring, Chaos, A Tale of Two Sisters, atau Audition) dan saya hanya berbagi penyimpulan tersebut kepada yang sudah nonton.

Ichi The Killer poster


Rating: **** / **** - Saya juga ndak tau kenapa saya berani ngasih rating sempurna untuk film ini. Hanya mungkin karena film ini bisa meninggalkan image yang permanen di belakang retina setiap penonton. Image yang permanen buat saya sendiri adalah adegan 'nipple cutting' yang setiap kali ingat akan mebuat saya mengelus dada. Definitely a movie i shall never ever forget, and a serious contender for the sickiest movie of all time.

PS: Buat yang menganggap Kill Bill atau Irreversible itu violent, jangan nonton film ini.